FTIK Pastikan Nilai Filosofi Kaharingan Tetap Hidup di Tengah Modernisasi

MUARA TEWEH - Bupati Barito Utara, Shalahuddin, mengatakan, Festival Tandak Intan Kaharingan (FTIK) XII menjadi wadah penting untuk memastikan nilai-nilai filosofi Kaharingan tetap hidup dan dipahami generasi muda di tengah arus modernisasi.

Ia menegaskan, festival tersebut bukan sekadar ajang perlombaan, melainkan komitmen budaya untuk menjaga warisan leluhur. Festival yang digelar di beberapa lokasi di Muara Teweh itu juga dianggap mampu memperkuat persatuan antarkontingen. Pemerintah daerah berharap kemeriahan FTIK memberi dampak positif bagi sektor pariwisata dan perekonomian masyarakat.

“Festival ini bukan hanya ajang perlombaan, tetapi sebuah komitmen bersama untuk menjaga, melestarikan, dan mengembangkan seni budaya Kaharingan sebagai warisan leluhur,” katanya kepada Kalteng24.com, Senin (24/11/2025).

FTIK XII diikuti 14 kabupaten/kota se-Kalteng, dengan peserta dan pendamping mencapai lebih dari 1.000 orang. Para peserta mengikuti 11 cabang lomba, termasuk Kandayu, Matir Basarah, Vokal Grup, Karungut, hingga pembacaan Kitab Suci Panaturan. Sebanyak 28 dewan juri dari akademisi dan tokoh Kaharingan juga dilibatkan.

Dalam sambutan Gubernur Kalteng yang dibacakan Asisten Perekonomian, Herson B Aden, menyatakan, pemerintah provinsi memberikan apresiasi atas pelaksanaan festival tersebut. Herson menilai, FTIK menjadi ruang penting pembinaan generasi muda agar memiliki karakter kuat serta kecintaan terhadap budaya Kaharingan. Ia menekankan pentingnya identitas budaya sebagai modal menuju Indonesia Emas 2045.

Ketua LPT-IK Pusat Parada LKDR juga menegaskan bahwa FTIK adalah gerakan budaya dengan nilai spiritual dan filosofi mendalam. Ia menyebut, Tandak Intan Kaharingan mengandung nilai luhur dalam Kitab Penuntun yang harus diajarkan lintas generasi sebagai bagian dari kearifan lokal. Tema kegiatan tahun ini menjadi pengikat kolaborasi antarkabupaten/kota.

“Festival ini diharapkan melahirkan talenta baru sekaligus memperkuat persaudaraan sebagai wujud dari kanyang hantei dalam kehidupan bermasyarakat,” katanya. (adv) 

 

editor: pahit s. narottama