Dewan Soroti Tapal Batas Wilayah Kalteng

PALANGKA RAYA - Wakil Ketua Komisi I DPRD Kalteng Kuwu Senilawati meminta Pemprov Kalteng mengamankan batas wilayah Kalteng. Politikus Gerindra di komisi yang membidangi pemerintahan, hukum dan anggaran ini mengatakan bahwa hal itu penting agar tidak ada perambahan wilayah yang merugikan daerah.

Menurut dia, batas dengan Kalbar sudah selesai, tetapi batas dengan Kaltim dan Kalsel masih ada yang belum. Untuk itu, dia tidak ingin ada desa yang akan dimasukkan oleh provinsi lain, seperti yang terjadi pada Desa Dambung di Kabupaten Barito Timur.

"Ini supaya luas wilayah Kalteng dapat dijaga atau utuh. Tidak daerah yang hilang atau diambil oleh provinsi lain. Pemerintah harus menata ulang batas wilayah Kalteng. Harus mempertegas titik kordinat batas wilayah, karena saat ini masih ada persoalan tapal batas dengan provinsi tetangga, baik dengan Kalsel dan Katim," katanya kepada Kalteng24.com.

Politikus perempuan asal dapil Kalteng I, meliputi; Kota Palangka Raya, Kabupaten Gunung dan Katingan ini mendorong agar rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) Kalteng tuntas, sehingga secara adminstrasi beberapa desa di perbatasan antarprovinsi bisa lebih jelas.

Kuwu menyebut bahwa tidak jarang ketika ada potensi sumber daya alam (SDA) yang cukup berlimpah dan sangat menjanjikan di wilayah perbatasan dan dapat memicu masalah sengketa batas wilayah antardaerah atau dengan wilayah provinsi tetangga. 

“Titik koordinat dan batas wilayah harus dipertegas dan diperjelas lagi. Ketika ada sengketa batas wilayah, kita kalah bukti pendukung yang legal, sehingga ada desa yang lepas dari Kalteng, contoh Desa Dambung. Kita tidak ingin ada lagi desa lain di perbatasan juga lepas,” katanya.

Dia juga mendorong agar pemerintah provinsi dan kabupaten melalui intansi terkait agar lebih giat dan aktif untuk memperkuat data dan fakta lapangan, khususnya berkaitan dengan batas wilayah atau desa. Ia mengungkapkan bahwa sengketa perbatasan wilayah, bukti administrasi kependudukan dan surat-surat lahan juga menjadi acuan pemerintah. (adv/ndy)

 

editor: pahit s. narottama